Teori Organizational Citizenship Behavior (OCB)

 2.1.1.1.Pengertian Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ (1988) kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain. Organ (1988) mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebagai perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Organizational Citizenship Behavior (OCB) dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atasdasar sukarela di luar deskripsi kerja yang telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi.

Menurut Greenberg dan Baron (2003) mendefinisikan Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan tindakan yang dilakukan anggota organisasi yang melebihi dari ketentuan formal pekerjaannya. Hal senada juga dikatakan oleh Luthans (2006) Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku yang bebas memilih, tidak diatur secara langsung atau eksplisit oleh sistem penghargaan formal, dan secara bertingkat mempromosikan fungsi organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan perilaku kerja yang bersifat sukarela

tanpa ada paksaan terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi serta tidak secara langsung berkaitan dengan sistem reward secara formal.


2.1.1.2. Dimensi-Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Menurut Organ (1988) mengatakan bahwa orang yang melakukan organizational citizenship behavior dikenal sebagai “tentara yang baik”. Terdapat lima dimensi OCB menurut Organ, Dennis(2006) adalah sebagai berikut :

a.     Altruism (perilaku menolong)

Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang sedang mengalami kesulitan dalam tugas organisasi dan masalah pribadi. Dimensi ini menunjukkan karyawan memberi pertolongan bukan karena kewajiban tetapi melakukannya secara sukarela.

b.     Conscientiousness (kesungguhan dalam bekerja)

Perilaku yang ditunjukkan dengan kesungguhan karyawan dalam bekerja, dimana karyawan bekerja melebihi deskripsi kerja yang telah ditetapkan dan diharapkan organisasi.

c.     Sportmanship (toleransi yang tinggi)

Perilaku karyawan yang menunjukkan kesediaan untuk mentolerir kondisi tidak menguntungkan tanpa mengeluh. Dimensi ini lebih menunjukkan perilaku karyawan yang memiliki toleransi yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan situasi dan lingkungan kerjanya.

d.     Courtessy (bersikap sopan)

Perilaku karyawan yang menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari konflik interpersonal. Dimensi ini menunjukkan sikap karyawan yang menghargai dan memperhatikan orang lain.

e.     Civic Virtue (mengedepankan kepentingan bersama)

Perilaku karyawan yang menunjukkan sikap partisipasi dan menunjukkan kepedulian terhadap kemajuan serta keberhasilan organisasi. Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada karyawan untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaannya.

William dan Anderson dalam (Hassanreza, 2010) membagi perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB) kedalam dua kategori yaitu OCB-I dan OCB-O. OCB-I adalah perilaku-perilaku yang secara langsung memberikan manfaat bagi individu lain dan secara tidak langsung juga memberikan konstribusi pada organisasi, misalnya membantu rekan kerja yang tidak masuk kerja dan mempunyai perhatian personal pada karyawan lain. Sedangkan OCB-O perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada umumnya, misalnya kehadiran ditempat kerja melebihi norma yang berlaku dan menaati perilaku- perilaku informal yang ada untuk memelihara ketertiban.

 

2.1.1.3.    Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior (OCB) yaitu sebagai berikut :

1.     Kepuasan kerja karyawan yang diasumsikan sebagai penentu utama dari OCB. Karyawan yang puas akan berbicara positif tentang organisasi, membantu orang lain, dan karyawan menjadi bangga melebihi tuntunan tugas karena karyawan ingin membalas pengalaman organisasi (Robbins,2003).

2.     Iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang telah disyaratkan dalam job description, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi jika karyawan diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta pecaya bahwa karyawan diperlakukan secara adil oleh organisasinya.

3.     Kepribadian dan suasana hati (mood), yang berpengaruh terhadap organizational citizenship behavior (OCB) secara individual maupun kelompok. George dan Brief (dalam Rahmawati, 2000) bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi orang lain dan mood.

4.     Komitmen Organisasi, Debora (2004) menyatakan bahwa latar belakang yang paling besar dalam mempengaruhi munculnya perilaku OCB adalah komitmen organisasi dan kepribadian. Dimana hasil penemuannya mengatakan bahwa komponen komitmen organisasi yang berpengaruh terhadap OCB total adalah komitmen afektif dan kontinuans. Karyawan yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan melakukan tidak hanya tugas-tugas yang telah menjadi kewajibannya, tetapi dengan sukarela akan mengerjakan hal-hal yang dapat digolongkan sebagai usaha usaha ekstra (extra effort).

5.     Persepsi terhadap dukungan organisasional. Shore (dalam Rachmawati, 2000) mengatakan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasional perceived organizational citizenship behavior (OCB). Pekerja yang merasakan didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.

6.     Masa kerja. Greenberg dan Baron dalam Effendi (2003), bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh terhadap OCB. Hal yang sama juga dikemukan oleh Sommers (dalam Novliadi, 2007) bahwa masa kerja berfungsi sebagai predikor organizational citizenship behavior (OCB) karena variabel tersebut mewakili pengukuran terhadap investasi karyawan di dalam organisasi.

7.     Jenis kelamin, dikemukan oleh Konrad (dalam Rahmawati, 2000) bahwa perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dengan rekan kerja lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Beberapa penelitian menemukan bahwa wanita lebih mengutamakan pembentukan relasi daripada pria dan lebih menunjukkan perilaku menolong daripada pria (dalam Rahmawati, 2000).

8.     Usia, Menurut Jahangir (2004) menyatakan bahwa pegawai yang lebih muda fleksibel dalam mengatur kebutuhan mereka dan kebutuhan organisasi. Sementara itu, pegawai yang lebih tua cenderung lebih kaku dalam menyesuaikan antara kebutuhan mereka dan kebutuan organisasinya. Pada penelitian yang dilakukan LMU (Ludwig-Maximilians-University, Munich) menunjukkan bahwa usia tidak berpengaruh pada perilaku mereka ditempat kerja.

Komentar