A. Pengertian Kelembagaan
Menurut Veblen, kelembagaan adalah sekumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal (sebagai subyek dari perubahan dramatis) yang direproduksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada masing-masing generasi individu berikutnya (Yustika: 2013: 43). Dengan demikian kelembagaan berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap perilaku individu. Dalam hal ini, keinginan individu (individual preferences) bukanlah faktor penyebab fundamental dalam pengambilan keputusan, sehingga pada posisi ini tidak ada tempat untuk memulai suatu teori.
Menurut pandangan ahli kelembagaan rentang alternatif manusia ditentukan melalui struktur kelembagaan. Kelembagaan hadir di masyarakat karena kondisi masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan, untuk mengatur perilaku manusia maka kelembagaan sebagai media atau wadah dalam membentuk pola-pola yang telah mempunyai kekuatan yang tetap dan aktivitas guna memenuhi kebutuhan harus dijalankan melalui pola yang ada di kelembagaan. Melalui kelembagaan yang dibuat untuk mengatur terhadap 13 pola perilaku dan pemenuhan kebutuhan manusia, maka keberadaan kelembagaan akan memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat.
B. Pengembangan Kapasitas
Pengembangan kapasitas sampai saat ini cukup beragam didefinisikan oleh para ahli dengan alasan bahwa pengembangan kapasitas menurut Selepole (2018 : hlm 4) merupakan konsep yang sangat universal dan memiliki dimensi beragam. Menurut Morgan (Soeprapto: 2010, hlm 10) dalam Selepole (2018 : 5) pengembangan kapasitas merupakan kemampuan, keterampilan, pemahaman, sikap, nilai-nilai hubungan, perilaku, motivasi, sumber daya dan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap individu, organisasi, jaringan kerja/sektor, dan sistem yang lebih luas untuk melaksanakan fungsi-fungsi mereka dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari waktu-kewatu.
Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikatan oleh Yap (Gandara, 2008 : hlm 9) bahwa capacity building dalam Selepole (2018 : hlm 5) merupakan sebuah proses untuk meningkatkan individu, group, organisasi, komunitas dan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu defenisi capacity building biasanya dipahami sebagai upaya membantu pemerintah, masyarakat atau individu-individu dalam pengembangan keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan. Berdasarkan penjelaskan diatas maka dapat di simpulkan bahwa pengembangan kapasitas (capacity building) merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan aparatur (sumber daya manusia) untuk mewujudkan tujuan-tyjuan dari suatu organisasi dalam menjalankan keputusan-keputusan secara efektif melalui peningkatan pemahaman, keterampilan dan kemampuan.
C. Tujuan Pengembangan Kapasitas
Menurut
Selepole (2018 : hlm 7) tujuan pengembangan kapasitas di bagi menjadi 2 bagian,
yaitu:
1)
Secara
umum diidentikan pada perwujudan berkelanjutan suatu sistem;
2)
Secara
khusu ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat
dari beberapa aspek
3)
Efisiensi
dalam hal wanku dan tenaga (sumber daya) yang dibutuhkan guna mencapai hasil
yang diinginkan
4)
Efektifitas
berupa kepantasan yang dilakukan demi hasil yang diinginkan
5) Responsitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk maksud tertentu
6) Pembelajaran yang berdampak pada kinerja individu kelompok, organisasi dan sistem
D. Proses Pengembangan Kapasitas
Proses pengembangan kapasitas berkaitan dengan strategi menata input (masukan) dan proses dalam mencapai output dan outcome secara optimal, serta menata feedback sebagai lagkah perbaikan pada tahap berikutnya. Strategi menata masukan berkaitan dengan kemampuan lembaga dalam menyediakan berbagai jenis dan jumlah serta kualitas sumber daya manusia dan non sumber daya manusia sehingga siap untuk digunakan bila diperlukan. Strategi menata proses berhubungan dengan kemampuan organisasi dalam mendesain, memproses dan mengembangkan seperrangkat kebijakan, struktur organisasi dan manajemen. Strategi menata umpan balik berkaitan dengan kemampuan organisasi melakukan perbaikan secara berkesinambungan melalui evaluasi hasil yang telah di capai, dan mempelajari kelemahan atau kekeurangan yang ada pada masukan, proses, dan melakukan tindakan penyenpurnaan secara nyata dengan melakukan berbagai penyesuaian lingkungan yang terjadi. (Haryanto, 2014 : hlm 26).
Menurut Suharto (2017 : hlm 65) indikator keberdayaan yaitu: 1) Kekuasaan di dalam: meningkatkan kesadaran dan keinginan untuk berubah 2) Kekuasaan untuk: meningkatkan kemampuan individu untuk berubah; meningkatkan kesempatan untuk memperoleh akses 3) Kekuasaan atas: perubahan hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro; kekuasaan atau tindakan indivisu untuk menghadapi hambatan-hambatan tersebut 4) Kekuasaan dengan: meningkatkan solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro. Dalam pengembangan kapasitas memiliki dimensi, fokus dan tipe kegiatan. Dimensi, fokus dan tipe kegiatan tersebut menurut Grindle adalah
1) Dimensi
pengembangan SDM, dengan fokus: personil yang profesional dan kemampuan teknis
serta tipe kegiatan seperti: training, praktek langsung, kondisi iklim kerja,
dan rekruitmen,
2) Dimensi penguatan organisasi, dengan fokus: tata manajemen untuk meningkatkan keberhasilan peran dan fungsi, serta tipe kegiatan seperti: sistem insentif, perlengkapan personil, kepemimpinan, budaya organisasi, komunikasi, struktur manajerial, dan
3) Reformasi kelembagaan, dengan fokus: kelembagaan dan sistem serta makro struktur, dengan tipe kegiatan: aturan main ekonomi dan politik, perubahan kebijakan dan regulasi, dan reformasi konstitusi.
E. Karakteristik Pengembangan Kapasitas
Menurut Gandara dalam Selepole (2018 : 8) pengembangan
kapsitas dapat dicirikan dengan hal-hal sebagai berikut:
(1) Merupakan sebuah proses yang berkelanjutan
(2) Memiliki esesi sebagai sebuah proses internal
(3) Dibangun dari potensi yang telah ada
(4) Memiliki nilai intrisik tersendiri
(5) Mengurus masalah perubahan
(6) Menggunakan pendekatan terintergrasi dan holistik.
Ciri-Ciri di atas, dapat dimaknai bahwa peningkatan kapasitas bukan proses yang berangkat dari ketiadaan, melainkan berawal dari membangun sebuah potensi yang sudah ada dan kemudian di proses untuk meningkatkan kualitas baik secara individu, kelompok, organisasi serta sistem agar dapat bertahan di tengah lingkungan yang mengalami perubahan secara terus menerus. Peningkatan kualitas yang dimaksud bukan hanya ditujukan pada suatu komponen atau bagian dari sebuah sistem saja melainkan diperuntukan bagi seleuruh komponen yang bersifat satu kesatuan yang tidak terpisahkan atau saling terkait antar bagian-bagian yang ada dalam sebuah sistem yang mencakup multi dimensi bersifat dinamis. Konsep dasar dari pengembangan kapasitas ini yaitu pembelajaran, namun penerapannya dapat diukur sesuai dengan tingkat pencapaiannya, apakah diperuntukan dalam jangka waktu yang pendek, menengah atau panjang, dimana proses pada tingkatan yang terkecil berkaitan dengan pembelajaran dalam diri individu, kemudian pada tingkat kelompok, organisasi dan sistem yang juga turut di pengaruhi oleh faktor eksternal yang merupakan lingkungan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Elmi, Farida. 2018. Telisik Manajemen Sumber Daya
Manusia: Edisi 1. Mitra. Wacana Media. Jakarta
Rida, Gandara, 2008. “Capacity Building Dosen Pada
Jurusan di Perguruan Tinggi. Badan
Hukum Milik Negara. UPI Bandung.
Suharto, Edi. 2017. Membangun Masyarakat Memberdayakan
Rakyat Kajian Strategi. Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial.
Bandung : PT Refika.
Ahmad Erani Yustika. 2012. Ekonomi Kelembagaan.
Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alphabet
Wijaya David, S.E., M.M. 2018. Bum Desa. Jakarta:
Penerbit. Gava Media.
SUMBER JURNAL DAN LAINNYA:
Athsil, M. 2017. Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Di Desa Hanura Kecamatan Teluk Pandan
Kabupaten Pesawaran. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Raden Intan.
Atmaja, T. L., et. al. 2018. Analisis Efektivitas
Mesin Pressing PH- 1400 Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) di
PT. Surya Siam Keramik. Jurnal TEKNOLOGI. Vol. 1 No. 1.
Haryanto, Triu Joko. 2014. Kearifan Lokal Pendukung Kerukunan
Beragama Pada Komunitas Tengger Malang Jatim. Jurnal Analisa, 21 (02),
201-213
Khosyi, Yofais Ahgio, Alfian Nurrohman, and Rizqi Anfanni
Fahmi. 2018. Analisis Pelaksanaan Program Social Enterprise di BUMDes
Nglanggeran
Yuniati, Sri, Djoko Susilo, Fuat Albayumi, Universitas
Jember, Universitas Jember, and Universitas Jember. 2017. “ Penguatan kelembagaan
dalam upaya Meningkatkan kesejahteraan petani tebu.” Prosiding Seminar Nasional
Dan Call For Paper Ekonomi Dan Bisnis ( SNAPERS-EBIS 2017)-JEMBER
2017(2016):498–505.
Tri Noor Aziza. Upaya Penguatan Kelembagaan Pangan. Pusat
Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Lembaga Administrasi Negara.
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA). Volume 3, Nomor 1 (2019):
204-217
Selepole, Makelon, Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa
Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Desa Di Desa Pagerharjo, Kecamatan
Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa, 2018) dalam http://repo.apmd.ac.id/564/1/SKRIPSI%202.pdf
diakses pada hari Kamis, 12 Desember 2019 pukul 18.34 WIB
Hardijono, R., Maryunani, Yustika, A.E., & Ananda,
C.F., 2014. Economic
Independence of The Village Through Institutional Village Enterprises (BUMDes). IOSR
Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF), 3(2), 21-30.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan. Jakarta: Erlangga. Selepole Makelon. (2018). Pengembangan Kapasitas Pemerintah Desa Melalui Pengelolaan Sistem Informasi Desa di Desa Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo
Komentar
Posting Komentar