Teori Pemberdayaan Masyarakat



a.       Pengertian Pemberdayaan Masyarakat
Banyak pemikir dan praktisi yang belum memahami dan mungkin tidak meyakini bahwa  konsep pemberdayaan merupakan alternati pemecahan terhadap dilema-dilema pembangunan yang dihadapi.
Mubyarto menekankan bahwa terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis  usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya dapat menciptakan lembaga dan  system pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat. Upaya pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat.[1]
Istilah “pemberdayaan masyarakat” sebagai terjamahan dari kata “empowerment”, hal itu tidak hanya berlaku di Indonesia, bahkan World bank dalam bulletinya Vol. 11 no.4 / Vol. 2 no. 1 oktober-desember 2001 telah menetapkan pemberdayaan sebagai salah satu ujung tombak dari strategi trisula (three-pronged-strategy) untuk memerangi kemiskinan yang dilaksanakan sejak memasuki dasawarsa 90-an yang terdiri dari penggalangan peluang (promoting opportunity)fasilitas pemberdayaan dan peningkatan keamanan (enhancing security).[2]

Pemberdayaan adalah suatu upaya dan proses bagaimana agar berfungsi secara power dalam pencapaian tujuan yaitu pengembangan diri. Secara konseptual pemberdayaan harus mencakup enam hal berikut ini:
1)      Learning by doing artinya pemberdayaan sebagai proses hal belajar dan ada suatu tindakan yang kongkrit yang terus menerus dampaknya dapat terlihat.
2)      Problem solving. Pemberdayaa harus memberikan arti terjadinya pemecahan masalah yang dirasakan krusial dengan cara dan waktu yang tepat.
3)      Self-evaluation. Pemberdayaa harus mendorong seseorang atau kelompok tersebut untuk melakukan evaluasi secara mandiri.
4)      Self-selection. Suatu kumpulan tumbuh sebagai upaya pemilihan dan penilaian secara mandiri dalam menetapkan langkah kedepan.
5)      Self-development and coordination. Artinya mendorong seseorang atau kelompok tersebut melakukan pengembangan diri dan melakukan hubungan koordinasi dengan pihak lain secara lebih luas.
6)      Self decisim dalam memlilih tindakan yang tepat hendaknya dimiliki kepercayaan diri dalam memutuskan sesuatu secara mandiri (Saraswati, 1997; 79-80).[3]
Dalam kerangka pikir inilah upaya memberdayakan masyarakat pertama-tama haruslah dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki  oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif.
Pemberdayaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan sektor  informal, khususnya kelompok pedagang kaki lima  sebagai bagian dari masyarakat yang  membutuhkan penanganan/pengelolaan tersendiri dari pihak pemerintah yang berkaitan  dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya yang mereka miliki yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan pendapatan/profit usaha sehingga mampu memberikan  kontribusi terhadap penerimaan pendapatan daerah dari sektor retribusi daerah.
b.      Lingkup dan Tahapan Kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Dalam pengertian yang diberikan terhadap pemberdayaan, jelas dinyatakan bahwa pembedayaan adalah proses pemberian atau optimasi daya (yang dimiliki dan atau dapat dimanfaatkan oleh masyarakat), baik daya dalam artian “kemampuan dan keberanian” maupun daya dalam arti “kekuasaan atau posisi tawar-menawar”. Dalam praktek pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh banyak pihak, seringkali terbatas pada pemberdayaan ekonomi dalam rangka pengentasan kemiskinan (poverty allevation) atau penanggulangan kemiskinan (poverty reduction). Karena itu, kegiatan pemnberdayaan masyarakat selalu dilakukan dalam bentuk pengembangan kegiatan produktif untuk meningkatkan pendapatan (income generating).[4]
Tantang hal ini, Sumadyo merumuskan tiga upaya pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, yang disebut sebagai Tri Bina, yaitu: Bina Manusia, Bina Usaha, dan Bina Lingkungan. Terhadap rumusan ini, Mardikanto menambahkan pentingnya Bina Kelembagaan, karena ketiga bina yang dikemukakan itu hanya dapat terwujud seperti yang diharapkan, manakala didukung oleh efektivitas beragam kelembagaan yang diperlukan.[5]
Adapun tahapan kegiatan permberdayaan masyarakat sebagaimana yang dikemukakan Willson dalam (Sumaryadi, 2004) mengemukakan bahwa kegiatan pemberdayaan pada setiap individu dalam organisasi, merupakan siklus kegiatan yang terdiri dari:
Pertama, menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk berubah dan memperbaiki, yang merupakan titik awal perlunya pemberdayaan. Tanpa adanya keinginan untuk berubah dan memperbaiki, maka semua upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan tidak akan memperoleh perhatian, simpati, atau partisipasi masyarakat. Kedua, menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk melepaskan diri dari kesenangan/ kenikmatan dan atau hambatan-hambatan yang dirasakan, untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti pemberdayaan demi terwujudnya perubahan dan perbaikan yang diharapkan. Ketiga, mengembangkan kemauan untuk mengikuti atau mengambil bagian dalam kegiatan pemberdayaan yang memberikan manfaat atau perbaikan keadaan. Keempat, peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yang telah dirasakan manfaat/perbaikannya. Kelima, peningkatan peran kesetiaan pada kegiatan pemberdayaan, yang ditunjukkan berkembangnya motivasi-motivasi untuk melakukan perubahan. Keenam, peningkatan efektivitas dan efesiensi kegiatan pemberadayaan. Ketujuh, peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui kegiatan pemberdayaan baru.[6]
Tentang hal ini, Tim Delivery menawarkan tahapan-tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dimulai dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat. Secara rinci masing-masing tahap tersebut adalah sebagai berikut: (1) Seleksi lokasi, Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin, sehingga tujuan pemberdayaan masyarakat akan tercapai. (2) Sosialisasi pemberdayan masyarakat, Sosialisasi merupakan upaya megkomunikasikan kegiatan untuk menciptakan dialog dengan masyarakat. Melalui sosialisai akan membantu untuk meningkatkan pemahaman masyarakat yang telah direncanakan. Proses sosialisasi menjadi sangat penting, karena akan mentukan  minat atau ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi (berperan dan terlibat) dalam program pemberdayaan masyarakat yang dikomunikasikan. (3) Proses pemberdayaan masyarakat, Hakikat pembrdayaan masyarakat  adalah untuk meningkatkan  kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama melakukan hal-hal berikut:
(a) Mengidentifikasi dan mengkaji potensi wilayah, permasalah , serta peluang-peluangnya. Kegiatan ini dimaksudkan agar masyarakat mampu dan percaya diri dalam mengidentifikasi serta menganalisa keadaannya, baik potensi maupun permasalahannya. Pada tahap ini diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan. Proses ini meliputi:Persiapan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melakukan pertemuan awal dan teknis pelaksanaannya.Persiapan penyelengaraan pertemuan. Pelaksanaan kajian dan penilaian keadaan. Pembahasan hasil dan penyusunan rencana tindak lanjut.
(b) Menyusun rencana kegiatan kelompok, berdasarkan hasil kajian meliputi:Memprioritaskan dan menganalisa masalah-masalah. Identifikasi alternatif pemecahan masalah terbaik. Identifikasi sumberdaya yang tersedia untuk pemecahan masalah. Pengembangan rencana kegiatan serta pengornisasian pelaksanaannya.
(c) Menerapkan rencana kegiatan kelompok: rencana yang telah disusun bersama dengan dukungan fasilitasi dari pemdamping selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan konkrit dengan tetap memperhatikan  realisasi dan rencana awal. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemantauan pelaksanaan dan kemajuan kegiatan menjadi perhatian semua pihak, selain itu juga dilakukan perbaikan jika diperlukan.
(d) Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus secara partisipatif (participacy monitoring and evaluation/ PME). PME ini dilakukan secara mendalam pada semua tahapan pemberdayaan masyarakat agar prosesnya berjalan sesuai dengan tujuannya. PME adalah suatu penilaian, pengkajian dan pemantauan kegiatan baik prosesnya (pelaksanaan) maupun hasil dan dampaknya agar dapat disusun proses perbaikan. [7]
Tujuan dasar dari pemberdayaan adalah keadilan sosial dengan memberikan ketentraman kepada masyarakat yang lebih besar serta persamaan politik dan sosial melalui upaya yang saling membantu dan belajar melalui pengembangan langkah kecil guna tercapainya tujuan yang lebih besar, demikian Payne menulis dalam buku modern social work theory (1997:286).[8]


[1]Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.LP3ES, Jakarta.
[2] Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, M.S dan Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si, Pemberdayaan Masyarakat dalam Persepektif Kebijakan Pubik, ALFABETA, 2013                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        
[3] Dr. Alfitri, M.Si, Community development teori dan aplikasi, Pustaka pelajar, 2011 hal: 24
[4] Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, M.S dan Dr. Ir. H. Poerwoko Soebiato, M.Si Opcit hal:113
[5] Ibid
[6] Sumaryadi, I,N, perencanaan pembangunan daerah otonom dan pemberdayaan masyarakat. Jakarta. citra Utama. 2004
[7] Delivery,  2004a, pemberdayaan masyarakat,/http://www.deliveri.org/gudelines/policy/pg_3summaryi.htm
[8] Dr. Alfitri, opcit : 23

Komentar