Teori Kesejahteraan dan Pedagang Kaki Lima

1.       KESEJAHTERAAN
Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin. Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinya dilakoni oleh manusia. Jangankan yang halal, yang harampun rela dilakukan demi kesejahteraan hidup.
Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perwatan kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah
contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual.
Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera dari suatu masyarakat, kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Di Indonesia kesejahteraan sosial dijamin oleh UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34. Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa kemakmuran rakyat yang lebih diutamakan dari pada kemakmuran perseorangan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Namun pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terlantar tidak mendapatkan perhatian. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pembangunan tidak hanya dapat dilihat dari aspek pertumbuhan saja. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan paradigma pertumbuhan semata adalah munculnya kesenjangan antara kaya miskin, serta pengangguran yang merajalela. Pertumbuhan selalu dikaitkan dengan peningkatan pendapatan nasioanal (gross national products) (Todaro, 1998). 
Menurut Jayadinata (1999), bahwasanya pembangunan meliputi tiga kegiatan yang saling berhubungan, antara lain:
    1. Menimbulkan peningkatan kemakmuran dan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan sebagai tujuan, dengan tekanan perhatian pada lapisan terbesar (dengan pendapatan terkecil) dalam masyarakat;
    2. Memilih tujuan yang sesuai untuk mencapai tujuan itu;
    3. Menyusun kembali (restructuring) masyarakat dengan maksud agar terjadinya pertumbuhan sosial ekonomi yang kuat.
Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial (Suharto, 1997). Lebih lanjut Suharto (2009), menyatakan bahwasanya tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:
1.       Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial;
2.       Peningkatan keberdayaan melalui penetapan system dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan;
3.       Penyempurnaan kebebesan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.
Fungsi pertumbuhan ekonomi mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha”  (misalnya melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh pendapatan  financial yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Fungsi  perawatan masyarakat menunjuk pada bagaimana merawat dan melindungi warga  Negara dari berbagai macam risiko yang mengancam kehidupannya (misalnya menderita sakit, terjerembab kemiskinan atau tertimpa bencana alam dan sosial). Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah pada peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia yang menjamin tersedianya angkatan kerja yang berkualitas yang mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan nasioanal berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar global, ketiga aspek tersebut harus dicakup secara seimbang.
2.       PEDAGANG KAKI LIMA
Salah satu bentuk sektor informal yang dikaji lebih lanjut adalah pedagang Kaki Lima (PKL), karena Pedagang Kaki Lima dikategorikan sebagai jenis pekerjaan yang penting dan relatif khas khususnya sebagai usaha kecil-kecilan yang kurang teratur. Istilah Pedagang Kaki Lima (PKL) sendiri mengarah pada konotasi pedagang barang dagangan dengan menggelar tikar di pinggir jalan, atau di muka-muka toko yang dianggap strategis. Terdapat pula sekelompok pedagang yang berjualan dengan menggunakan kereta dorong dan kios-kios kecil. Oleh karena itu menurut Kartono masyarakat lazim menyebutnya sebagai pedagang kaki lima. Latar belakang seseorang menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) menurut Alisjahbana adalah karena:
1.       Terpaksa ; terpaksa karena tidak ada pekerjaan lain, terpaksa karenatidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal, terpaksa harusmencukup kebutuhan hidup diri dan keluarganya, terpaksa karenatidak mempunyai tempat yang layak untuk membuka usaha, danterpaksa karena tidak mempunyai bekal pendidikan dan modalyang cukup untuk membuka usaha formal;
2.       Ingin mencari rejeki yang halal daripada harus menadahkan tangan, merampok atau berbuat kriminal lain;
3.       Ingin mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, termasuk tidak bergantung pada orang tua;
4.       Ingin menghidupi keluarga, memperbaiki taraf hidup, bukan hanya sekadar pekerjaan sambilan;
5.       Karena di desa sudah sulit mencari penghasilan
Sebagaimana yang dikutip dari Soetandyo Wignjosoebroto bahwa: “para pedagang kaki lima (PKL) yang menjajakan barang dagangannya diberbagai sudut kota sesungguhnya adalah kelompok masyarakat yang tergolong marginal, dan tidak berdaya Dikatakan marginal, sebab mereka rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan ditelikung oleh kemajuan kota itu sendiri.
Sedangkan dikatakan tidak berdaya, karena mereka biasanya tidak terjangkau dan tidak terlindungi oleh hukum, posisi bargaining (tawar-menawar)-nya lemah, dan sering kali menjadi objek penertiban dan penataan kota yang tak jarang bersifat represif. Keberadaan pedagang kaki lima yang dalam skripsi ini disebut PKL yang ada di Kecamatan Sukolilo tergabung dalam paguyuban PKL masing-masing, hal ini bertujuan untuk menertibkan dan mengkoordinasi para PKL yang ada dikawasan Sukolilo.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter. Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki. Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil,

Komentar