Resensi Buku : Psikologi Agama dalam Perspektif Islam

Judul resensi    : Hubungan Jiwa Dengan Agama.     
Judul buku      : Psikologi Agama dalam Perspektif Islam
Penulis             : Dr.H. Baharuddin, M.pd. I. dan Mulyono, MA.
Penerbit           : UIN Malang Press
Tahun terbit     : 2008
Tebak buku     : 334 Halaman
Peresensi         : Zakiyudin Fikri
Alamat            : Bangka Belitung

Psikologi Agama dalam Perspektif Islam
Latar belakang ditulisnya Buku psikologi agama yang dikarang oleh Dr H Baharuddin, M.Pd.i. dan Mulyono, M.A. karena tidak seorang pun secara menyakinkan bisa mengingkari peranan agama dalam perjalanan sejarah kehidupan manusia. Bahkan Karen Amstrong yang pernah melakukan studi ekstensif  pun menjelaskan dalam bukunya “the history of god” bahwa ihwal liku-liku kehidupan manusia selama empat melenium mencari tuhan, sekaligus secara sengaja ataupun tidak sengaja dan saling tukar perspektif dalam upaya merajut kehadirat-Nya. Maka hampir semua upaya yang dilakukan sia-sia jika semuanya hanya bermaksud untuk menghancurkan anggapan bahwa agama adalah salah satu sumber kekuatan yang paling dahsyat dalam kehidupan manusia.
Dan beliau juga menerangkan bahwa “Agama adalah sosialisasi pengalaman iman dalam kehidupan sehari-hari.” Sesuai dengan sejarah pengalaman iman masing-masing. Ternyata agama memiliki keunikan masing-masing yang tampak dengan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam berhubungan dengan yang Ilahi.
Beliau memaparkan semua pemikirannya dalam bentuk bab perbab yang tersusun rapi dan sistematis, walaupun penjabarannya sulit untuk dipahami maksudnya. Tujuan dari penulisan buku ini mencoba untuk menyingkap pintu rahasia misteri dan kenyataan peranan agama dalam proses kejiwaan manusia yang terkait dengan kehidupan agama.
Dalam studi ekstensif yang dilakukan Karen Amstrong dalam The History of God, menjelaskan bahwa perjalanan berliku dalam mencari kebenaran tentang Tuhan itu sendiri selama empat milenium. Dengan ini Karen Amstrong mencoba menjelaskan bahwa manusia merupakan wujud homo religius. Hampir dari setiap dekade manusia selalu berusaha mencari hakekat Tuhan itu sendiri. Sehingga, agama menjadi alat bagi terwujudnya suatu tujuan ikatan tentang sumber kekuatan yang paling dahsyat.
Dalam buku ini Dr. H. Baharuddin, M.pd.I. dan Mulyuno M.A, mencoba membantu kita menjadi pribadi yang taat pada aturan-aturan agama melalui sebuah pendekatan pendidikan yaitu Psikologi Agama. Ilmu ini merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama itu sendiri. Baik secara langsung maupu tidak langsung. Sehingga berat rasanya jikalau para pembaca yang budiman tidak melihat dan memperhatikan gejala-gejala agama yang sedang berkecamuk di sekitarnya. Namun, sungguh hal yang baik jika para pembaca melakukan hal yang sebaliknya (memperhatikan dan melihat gejala-gejala agama yang terjadi di lingkungan).
            Tak terlepas dengan masalah tersebut, penulis buku mengemukakan tujuan dari penerbitan buku tersebut. Pertama,menjelaskan aspek-aspek kejiwaan manusia ditinjau dari sudut pandang psikologi dan agama Islam. Kedua,menjabarkan setiap fase pertumbuhan pada setiap dekade tertentu terkait tentang agama Islam. Ketiga, melakukan dan mengamalkan psikologi tersebut: psikoterapi, konseling dan ruqyah yang dilandasi nilai-nilai islam. keempat, malakukan upaya pendidikan dalam bentuk penyuluhan, bimbingan dan pembelajaran tentang agama Islam itu sendiri.
Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia itu tidak tetap, dalam artian berkembang dari waktu ke waktu. Maka dari itu perlu kiranya kita mengkaji hal tersebut. Mengapa?. Jika manusia itu sendiri berubah (berkembang) akankah agama yang melekat pada dirinya mengalami perubahan pula. Tergantung. Namun, kemungkinan besar hal tersebut akan terjadi. Kalau kita mencoba melihat dan mengoreksi diri kita masing-masing yang nota benarya sebagai manusia memiliki perasaan yang berubah.
Terkadang kita senang, sedih, marah, iri, dengki, puas dan gejala-gejala kejiwaan manusia lainnya. dan perasaan inilah yang memiliki peranan penting dalam ketatan terhadap agamnya. Seperti misalnya Nafsu Muthmainnah (jiwa yang tenang) yang merupakan jelmaan dari perasaan.
Tak dapat dielakkan manusia sebagai homo relegius menatap bahwa agama merupakan hal terdekat yang melekat kuat di dalam dirinya. Di sekelilingnya sulit ditemukan orang yang tak beragama walaupun ada juga hal tersebut (Atheis). Kita juga dapat memahami agama yang kompleks sekalipun. Melalui berbagai bentuk pendekatan diantaranya pendekatan teologi, namun perlu diketahui bahwa penulis buku ini memberi kepada kita sebuah pendekatan yang paling efektif dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan yang lainnya. Yaitu pendekatan psikologi. ”Man ‘arofaa nafsahuu faqot’ arafa Rabbahu”  barang siapa mengetahui siapa dirinya maka ia akan tahu siapa tuhannya. Dalam kalimat arofaa nafsahuu mencerminan tentang ilmu psikologi itu sendiri, sadangkan  arafa Rabbahu memberi gambaran tentang hakikat tuhannya.
Memang manusia merupakan makhluk unik yang memiliki akal yang dengannya dapat memahami mana yang benar dan mana yang salah. Mana yang manis mana itu yang pahit. Dan ini merupakan fitrah dari Allah yang seharusnya di syukuri dengan baik. Yaitu dengan berfikir bagaimana penciptaan alam, manusiadan mahluk-mahluknya. Ini baru bersyukur dari segi etimlogi. Sedangkan dari sudut psikologi yaitu berpikir bagaimana Allah menggerakkan tangan kita. Mengalirkan darah dari jantung yang tak pernah berhenti sampai hayat terangkat dari jasadnya.
Psikologi itu sendiri memperkuat agama itu sendiri dengan berbagai penelitian dan studi yang menyangkut hal tersebut. Dan psikologi tersebut tidak memperlakukan agama itu dengan sesuatu yang saklar maupun transcendental. Dan agama adalah seperangkat atau alat yang dijadikan sebagai pedoman hidup.
Dalanm buku ini beliau jaga menjelaskan bahwasanya perkembangan agama pada anak itu melalui beberapa tingkatan:
1.Tingkat dongeng: yaitu dimana anak itu mulai di perkenalkan dengan agama sejak umur 3-6 tahun melalui  dunia fantasi dan emosi.
2.Tingkat kenyataan: yaitu tingkat dimana proses tersebut dimulai sejak anak duduk di bangku SD. Dan pada saat ini pula anak-anak mempunyai ide yang sudah mencerminkan pada sesuatu yang nyata.
3. Tingkat individu: tingkat dimana anak sudah mulai memiliki kepekaan yang tinggi di dalam dirinya sesuai dengan usia mereka. dan kensep tersebut terbagi atas tiga golongan:
            a. konsep kebutuhan yang mempengaruhi melalui fantasi luar.   
            b. konsep kebutuhan yang lebih murni bersifat personal.
            c. konsep kebutuhan yang bersifat humanistik.
Sebenarnya agama itu sendiri sudah ada sejak kita dilahirkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa agama adalah faktor bawaan. Dan kematangan jiwa beragama tidak terlepas dari kematangan kepribadian, akan tetapi kematangan kepribadian belum tentu di ikuti kematangan agama. Dan seseorang yang tidak mempunyai agama mumgkin saja memiliki kepribadian.

Komentar