Etika Penyelenggaran Pelayanan Publik

    A.   PENDAHULUAN
Perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin dinamis, sejalan dengan tingkat kehidupan yang semakin baik, telah meningkatkan kesadarannya akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat yang semakin kritis dan berani untuk mengajukan keinginan, tuntutan dan aspirasinya, serta melakukan kontrol atas kinerja pemerintah. Masyarakat semakin berani menuntut birokrasi publik untuk mengubah posisi dan perannya (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik.
Praktek penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia hingga saat ini masih penuh dengan ketidakpastian baik dalam hal biaya, waktu dan cara pelayanan. Mengurus pelayanan publik sama halnya dengan memasuki hutan belantara yang penuh dengan ketidakpastian. Waktu dan biaya pelayanan tidak pernah jelas bagi para pengguna pelayanan. Hal ini disebabkan karena prosedur pelayanan tidak pernah mengatur kewajiban dari penyelenggara pelayanan dan hak dari warga sebagai pengguna. Prosedur cenderung hanya mengatur kewajiban warga ketika berhadapan dengan unit pelayanan. Ketidakpastian yang sangat tinggi ini mendorong warga untuk membayar pungli kepada petugas agar kepastian pelayanan bisa segera diperoleh.
Pelayanan publik merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan. Pelayanan publik yang baik, akan mendorong tumbuhnya kesejahteraan dan kepuasan masyarakat. Dalam ranah makro misalnya jika pelayanan dalam investasi baik maka akan mendorong tumbuhnya aktivitas-aktivitas ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja dan memunculkan usaha baru bagi masyarakat. Selain itu pelayanan publik juga merupakan cerminan dari kinerja birokrasinya. Jika pelayanan publiknya baik, logikanya berarti sistem dalam birokrasnya juga berjalan dengan baik. Namun, jika kualitas pelayanan publiknya rendah, maka logikanya sistem dalam birokrasinya juga tidak berjalan maksimal.
Pelayanan publik di Indonesia diakui atau tidak memang masih memilliki banyak permasalahan. Menko Perekonomian Hatta Radjasa mengungkapkan ada tiga hal yang menyebabkan rendahnya daya saing Indonesia yaitu tingginya angka korupsi, rendahnya pelayanan publik dan kondisi ketersediaan infrastruktur yang tergolong masih minim. Terutama di kabupaten Bangka yang terjadi pada dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Pelayanan public pada instansi ini dapat dikatakan kurang baik. Hal ini disampaikan oleh warga setempat yang menyatakan sangat sulit dalam pengurusan administasi kependudukan, para pegawai di instansi seakan-akan berogah-ogahan. Berangkat dari permasalahan nyata dilapangan diatas. Maka penulis berniat untuk membahas etika pelayanan dengan menggunakan pandangan konsep pelayanan public dan pelayanan prima.

    B.   PEMBAHASAN
1.   Pelayanan dan Konsep Pelayanan
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan profesional.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sementara itu, kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001).
Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri (Effendi dalam Widodo, 2001).
Arah pembangunan kualitas manusia tadi adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yan memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan krativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut: (1) Efektif (2) Sederhana (3) Kejelasan dan Kepastian (4) Keterbukaan (5) efisiensi (6) Ketepan waktu (7) Responsif (8) Adaptif. Selain itu, dalam kondisi masyarakat yang semakin kritis di atas , birokrasi publik dituntut harus dapat mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan pelayanan publik.
Namun dalam kaitannya dengan sifat barang privat dan barang publik murni, maka pemerintah adalah satu-satunya pihak yang berkewajiban menyediakan barang publik murni, khususnya barang publik yang bernama rules atau aturan (kebijakan publik). Barang publik murni yang berupa aturan tersebut tidak pernah dan tidak boleh diserahkan penyediaannya kepada swasta. Karena bila hal itu dilakukan maka di dalam aturan tersebut akan melekat kepentingan-kepentingan swasta yang membuat aturan, sehingga aturan menjadi penuh dengan vested interest dan menjadi tidak adil (unfair rule). Karena itu peran pemerintah yang akan tetap melekat di sepanjang keberadaannya adalah sebagai penyedia barang publik murni yang bernama aturan.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat. Karena itu, kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services) sangat strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana pemerintah mampu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat, yang dengan demikian akan menentukan sejauhmana negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.

2.   Konsep Pelayanan Publik dan Pelayanan Prima
Menurut Kumorotomo 1996:7 Etika pelayanan publik adalah:”suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaankebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik”. Lebih lanjut dikatakan oleh Putra Fadillah 2001:27, etika pelayanan publik adalah:”suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik”. Etika administrasi negara dari American society for public administration (Perhimpunan Amerika untuk Administrasi Negara), menyebutkan prinsip-prinsip etika pelayanan sebagai berikut:
  1. Pelayanan terhadap publik harus diutamakan
  2. Rakyat adalah berdaulat, dan mereka yang bekerja di dalam  pelayanan publik secara mutlak bertanggung jawab kepadanya,
  3. Hukum yang mengatur semua kegiatan pelayanan publik. Apabila hukum atau peraturan yang ada bersifat jelas, maka kita harus mencari cara terbaik untuk memberi pelayanan publik
  4. Manajemen yang efesien dan efektif merupakan dasar bagi administrator publik. Penyalahgunaan, pemborosan, dan berbagai aspek yang merugikan tidak dapat ditolerir
  5. Sistem merit dan kesempatan kerja yang sama harus didukung, diimplementasikan dan dipromosikan
  6. Mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan pribadi tidak dapat dibenarkan
  7. Keadilan, kejujuran, keberanian, kesamaan, kepandaian, dan empathy merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan secara aktif harus dipromosikan
  8. Kesadaran moral memegang peranan penting dalam memilih alternatif keputusan
  9. Administrator publik tidak semata-mata berusaha menghindari kesalahan, tetapi juga berusaha mengejar atau mencari kebenaran (Wachs, 1985).

Etika Pelayanan Publik Menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2009 dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan demi terpenuhinya hak serta kewajiban masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik, maka pemerintah sebagai pemegang otoritas mengeluarkan UU No. 25 tentang Pelayanan Publik. Salah satu hal yang dibahas dalam undang-undang ini yaitu mengenai prinsip nilai yang menjadi acuan perilaku dalam memberikan pelayanan publik dari pemberi layanan kepada masyarakat. Prinsip nilai dibutuhkan sebagai upaya menyesuaikan tatanan nilai masyarakat yang selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan nilai ini tentunya akan mengubah standar harapan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu acuan perilaku dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Adapun acuan perilaku dalam UU No. 25 tahun 2009 adalah sebagai berikut: (a) Adil dan tidak diskriminatif (b) Cermat (c) Santun dan ramah (d) Tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut (e) Profesional (f) Tidak mempersulit (g) Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar (h) Menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara (i) Tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan dengan peraturan perundang-undangan (j) Terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan (k) Tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan public (l) Tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat. (m) Tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki (n) Sesuai dengan kepantasan (o) Tidak menyimpang dari prosedur.
Dapat kita simpulkan bahwa konsep pelayanan yang sebenarnya adalah berlandaskan efektiv, efiseiensi, tranparasi, keamanan dan adil. Sehingga dapat kita pastikan dikala prinsip-prinsip diatas telah dijalankan maka akan berimpilikasi pada tingginya tingkat partisipasi masyarakat.
Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Agenda perilaku pelayanan sektor publik (SESPANAS LAN dalam Nurhasyim, 2004:16) menyatakan bahwa pelayanan prima adalah:
a.    Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b.   Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c.    Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d.   Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal.
Dalam menjalankan pelayanan prima maka pemerintah selaku penyedia pelayanan hendaklah memberikan yang terbaik. Pelayanan prima yang baik tentu sudah memiliki standar pelayanan yang capaiannya melebihi standar yang mereka tetapkan. Sehingga hal yang dilakukan dapat menarik partisipasi masyarakat untuk menggunakan jasa dalam rangka meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Ada dua aspek penting penentu/tuntutan kinerja prima:
1.   Keunggulan teknis (profesionalisme) yaitu efisiensi, produktivitas, dan efektifitas.
2.   Keunggulan moral (etika) yaitu integritas, obyektifitas, atau imparsialitas, keadilan, kejujuran, dan sebagainya.
Dua aspek tersebut diatas sangat sangat penting untuk diimplementasikan demi menghasilkan pelayanan yang prima kepada masyarakat.

    C.   PENUTUP
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Sehingga dalam prakteknya pun pemerintah selaku penyedia pelayanan haruslah mempunyai standar oprasional pelayanan (SOP) sebagai landasan dasar dalam pemberian pelayana, selain SOP pemerintah juga dituntut untuk mempunya standar pelayanan miniman (SPM) yang mereka jadikan sebaigai ukuran minimal dalam pelayanan.

Pelayanan public yang baik seharusnya mengacu kepada 12 (dua belas) asas yang disebutkan dalam undang-undang no 25 tahun 2009 tentang penyelenggaraan pelayanan public. Jika pemerintah telah menjalankan asas tersebut dapat dipastikan bahwa tingkat partisipasi masyarakat selaku pengguna pelayanan public akan meningkat. Pelayanan public yang bagus adalah salah bukti dari kemandirian dan keberhasilan pemerintah dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 

Komentar