Etika Organisasi Perangkat Daerah


A.    PENDAHULUAN
 Dalam kehidupan sekarang ini memang bukan rahasia lagi jika pemahaman terhadap etika sanggat rendag sehinggasangat sulit untuk ditemukan watak kesusilaan yang sesuai dengan sebagaimana seharusnya. Tidak terkecuali dikalangan intelektual dan kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini. Kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum serta hankam (Pertahanan Keamanan) merupakan beberapa ranah kerja etika. Masih banyak penyimpangan yang dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan keadilan bagi seluruh warga negara.
Dalam kehidupan masyarakat modern bahkan postmodern saat ini, setiap individu anggota masyarakat dalam interaksi pergaulannya dengan anggota masyarakat lainnya atau bahkan dengan lingkungannya, tampaknya cenderung semakin bebas, leluasa, dan terbuka. Akan tetapi tidak berarti tidak ada batasan sama sekali, karena sekali saja seseorang melakukan kesalahan dengan menyinggung atau melanggar batasan hak-hak asasi seorang lainnya, maka seseorang tersebut akan berhadapan dengan sanksi hukum berdasarkan tuntutan dari orang yang merasa dirugikan hak asasinya. Hal ini tentu saja berbeda dengan kondisi masyarakat di masa lalu, yang cenderung bersifat kaku dan tertutup karena kehidupan sehari-harinya sangat dibatasi oleh berbagai nilai normatif serta tabu-tabu atau berbagai larangan yang secara adat wajib dipatuhinya.

Dalam menjalankan suatu pemerintahan, etika juga sangat perlu diterapkan. Hal ini guna memastikan agar jalannya pemerintahan tetap berorientasi pada tercapainya tujuan dan kepentingan bersama. Hal ini akan berimbas pula pada meningkatnya rasa solidaritas dan persatuan yang tinggi dalam masyarakat sehingga akan berimbas pada perkembangan ekonomi yang lebih baik.
Etika birokrasi atau etika organisasi pemerintah sejak era reformasi ini menjadi topik bahasan, terutama dalam mewujudkan aparatur yang bersih dan berwibawa. Kecenderungan atau gejala yang timbul dewasa ini banyak aparat birokrasi dalam pelaksanaan tugasnya sering melanggar aturan main yang telah ditetapkan. Pemerintah dan arapatur pemerintah yang selalu menjaga kredibilitas dan akuntabilitas yang tinggi adalah menjadi dambaan masyarakat yang menjadi oebyek pelayanan public. Dalam pemerintahan yang demikian ini, iklim keterbukaan, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat akan dapat diwujudkan.
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan sangat terkait dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan itu sendiri yang tercermin lewat fungsi pokok pemerintahan, yaitu fungsi pelayanan, fungsi pengaturan atau regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat. Jadi berbicara tentang Etika Birokrasi atau Etika Organisasi Pemerintahan berarti kita berbicara tentang bagaimana aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan ketentuan aturan yang seharusnya dan semestinya, yang pantas untuk dilakukan dan yang sewajarnya dimana telah ditentukan atau diatur untuk ditaati dilaksanakan.
Menjadi permasalahan sekarang ini bagaimana proses penentuan etika dalam birokrasi itu sendiri, siapa yang akan mengukur seberapa jauh etis atau tidak, bagaimana dengan kondisi saat itu dan tempat daerah tertentu yang mengatakan bahwa itu etis saja di daerah kami atau dapat dibenarkan, namun ditempat lain belum tentu. Dapat dikatakan bahwa etika birokrasi sangat tergantung dari seberapa jauh melanggar di tempat atau daerah mana, kapan dilakukannya dan pada saat yang bagaimana, serta sangsi apa yang akan diterapkan sangsi social moral ataukah sangsi hukum, semua ini sangat temporer dan bervariasi di negara kita sebab terkait juga dengan aturan, norma, adat dan kebiasaan setempat.
Dalam penulisan ini penulis akan mencoba membahas tentang apa yang dimaksudkan dengan etika, mengapa kita memerlukan etika birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dari mana Etika Birokrasi dibentuk dan sejauhmana peraturan Kepegawaian dapat menjadi bagian dari penerapan Etika Birokrasi di negara kita.

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian Etika
Menurut H. A. Mustafa Etika merupakan ilmu yang menyelidiki mana yanhg baik dan yang buruk dengan memperhatika amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahuin oleh akar pikirannya.
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia): Etika merupakan tentang baik dan buruknya perilaku, hak serta kewajiban moral; sekumpulan asa atau nilai-nilai yang berhubungan atau berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut oleh masyarakat. Etika secara umum dapat diartikan sebagai nilai-nilai normatif atau pola perilaku seseorang atau sesuatu badan/lembaga/organisasi sebagai suatu kelaziman yang dapat diterima umum dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan etika merupakan salah satu garis besar yang harus dijalankan oleh setiap individu yang mana didalamnya terdapat nilai-nilai moral yang berkaitan dengan akhlak sehingga memudahkna individu untuk menjalinkan suatu hubungan dengan indivdu lainnya.
2.      Etika Organisasi
Etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dantidak, bohong dan jujur. Dalam berinteraksi dengan lingkungannyaorang-orang dapat menunjukkan perilaku yang dinilai baik atau buruk,benar atau salah ketika melakukan suatu tindakan. Hal tersebut sangatbergantung kepada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan di manaorang-orang berfungsi. Tidak jarang terdapat penilaian yang berbedaterhadap suatu perilaku dalam lingkungan yang berbeda.Etika menggambarkan suatu kode perilaku yang berkaitan dengannilai tentang mana yang benar dan mana yang salah yang berlakusecara obyektif dalam masyarakat.
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelumMasehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikiritu telah mengidentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ideagung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapatdiringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan pentingetika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan,dan kebenaran. Gering Supriyadi dalam modul "Etika Birokrasi" yang ditulisnya sebagai bahan pembelajaran Peserta Diklat Pra Jabatan Golongan III (2001: 5-7) memberikan uraian mengenai konsepsi Etika dan Moralitas dari Solomon (1987) dan Frankena (1982) sehingga lebih jelas lagi perbedaaan diantara kedua konsep tersebut. Uraian dalam modul tersebut akan dikutip kembali dalam modul ini, sebagaimana berikut. Menurut Solomon, terdapat dua perbedaan antara etika, moral dan moralitas.
Etika pada dasarnya merujuk kepada dua hal: Pertama, etika berkenaan dengan disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembenarannya dan dalam hal ini etika merupakan salah satu cabang filsafat. Kedua, etika merupakan pokok permasalahan dalam disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup dan hukum-hukum yang mengatur tingkah laku manusia. Moral, dalam pengertian umum menaruh penekanan kepada karakter atau sifat-sifat individu yang khusus, diluar ketaatan kepada peraturan. Maka moral merujuk kepada tingkah laku yang bersifat spontan seperti rasa kasih, kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya.
Dalam buku Adler 12 seluruh gagasan atau "ide-ide agung" tersebut diringkaskan menjadi 6 (enam) prinsip dapat dikatakan merupakan landasan prinsipil dari etika. Prinsipprinsip etika tersebut adalah sebagai berikut (Supriyadi, 2001:20):
(1)   Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Banyak filsuf mengatakan bahwa hidup dan kehidupan manusia itu sendiri sesungguhnya merupakan keindahan.
(2)   Prinsip Persamaan
Hakekat kemanusiaan menghendaki adanya persamaan antara manusia yang satu dengan yang lain. Setiap manusia yang terlahir di bumi ini serta memiliki hak dan kewajiban masingmasing, pada dasarnya adalah sama atau sederajat. Konsekuensi dari ajaran persamaan ras juga menuntut persamaan diantara beraneka ragam etnis. Watak, karakter, atau pandangan hidup masing-masing etnis di dunia ini memang berlainan, namun kedudukannya sebagai suatu kelompok masyarakat adalah sama.
(3)   Prinsip Kebaikan
Secara umum kebaikan berarti sifat atau karakterisasi dari sesuatu yang menimbulkan pujian. Perkataan baik (good) mengandung sifat seperti persetujuan, pujian, keunggulan, kekaguman, atau ketepatan. Dengan demikian prinsip kebaikan sangat erat kaitannya dengan hasrat dan cita manusia.
(4)   Prinsip Keadilan
Suatu definisi tertua yang hingga kini masih sangat relevan untuk merumuskan keadilan (justice berasal dari zaman Romawi kuno; 'justitia es contants et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi' (Keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya).
(5)   Prinsip Kebebasan
Secara sederhana kebebasan dapat dirumuskan sebagai keleluasaan untuk bertindak atau tidak bertindak berdasarkan pilihan yang tersedia bagi seseorang. Kebebasan muncul dari doktrin bahwa setiap orang memiliki hidupnya sendiri serta memiliki hak untuk bertindak menurut pilihannya sendiri kecuali jika pilihan tindakan tersebut melanggar kebebasan yang sama dari orang lain.
(6)   Prinsip Kebenaran
Ide kebenaran biasanya dipakai dalam pembicaraan mengenai logika ilmiah, sehingga kita mengenal kriteria kebenaran dalam berbagai cabang ilmu, misal: matematika, ilmu fisika, biologi, sejarah, dan juga filsafat.

Semua prinsip yang telah diuraikan itu merupakan prasyarat dasardalam pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubunganantarindividu, individu dengan masyarakat, dengan pemerintah, dansebagainya. Etika yang disusun sebagai aturan hukum yang akanmengatur kehidupan manusia, masyarakat, organisasi, instansipemerintah, dan pegawai harus benar-benar dapat menjaminterciptanya keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dankebenaran bagi setiap orang.
Keenam ide-ide agung atau dapat juga kita sebut dalam modul ini sebagai prinsip-prinsip etika, yang menjadi prasyarat dasar bagi pengembangan nilai-nilai etika atau kode etik dalam hubungan antar manusia, manusia dengan masyarakat, dengan pemerintah dan sebagainya.

3.      Etika Politik dan Pemerintahan
Etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.
Etika pemerintahan seyogyanya dikembangkan dalam upaya pencapaian misi, artinya- setiap tindakan yang dinilai tidak sesuai- dianggap tidak mendukung- apalagi dirasakan dapat menghambat pencapaian misi dimaksud, seyogyanya dianggap sebagai satu pelanggaran etik. Pegawai pemerintah yang malas masuk kantor, tidak secara sungguh-sungguh melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya, minimal dapat dinilai- telah melanggar etika profesi pegawai negeri sipil. Mereka yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi- kelompok- atau golongan- dengan merugikan kepentingan umum pada hakikatnya telah melanggar etika pemerintahan

C.    KESIMPULAN
Etika Politik Secara subtantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subyek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik  berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa  pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subyek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia.
Walaupun dalam hubunganya dengan masyarakat bangsa maupun negara, Etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia.
Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertatakrama dalam  perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sifat munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Etika pemerintahan mengamanatkan agar pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai atau pun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara. Etika ini dimaksud untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai  perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih  benar walau datang dari orang per-orang ataupun kelompok orang, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia

Komentar